Sunday, April 1, 2007

Jujur (Integrity)

Tiga hari yang lalu, saya mengadakan meeting di Novotel Bogor. Saya mengalami pengalaman menarik, dimana saya merasa dipermainkan oleh bagian Marketing Novotel.

Kasusnya begini, ....

Dalam confirmation letter yang telah saya tanda tangani, telah disepakati bahwa meeting akan dilaksanakan di Salak Room. Namun, ketika rekan-rekan saya datang untuk install hub intranet, ternyata ruang meeting dipindahkan oleh bagian Marketing Novotel ke ruang yang lebih kecil. Kemudian saya datang, saya bilang kepada resepsionis bahwa berdasarkan confirmation letter, ruang meeting saya ada di Salak Room. Bagian reseptionis menghubungi Account Manager (AM) di bagian Marketing, namun AMnya ternyata sedang meeting katanya. Kemudian saya telepon AMnya langsung via Handpone, tidak dijawab... saya SMS, tidak dijawab... Setelah saya tunggu lama... saya putuskan saja, kepada rekan-rekan saya untuk install hub intranet di Salak Room.
Baru setelah itu, AM Novotel mengontak saya via telepon, dia bilang kalo ”Ruangan ditentukan oleh pihak Hotel”. Saya masih ngotot untuk menggunakan Salak Room, karena ruangan Burangrang lebih kecil, tidak akan cukup untuk peserta rapat yang saya undang. AM Novotel infokan bahwa Salak Room sudah dibooking oleh perusahaan lain. Namun, setelah didesak, akhirnya kami dapat menggunakan Salak Room.... Di satu sisi sayang senang, bisa menggunakan Salak Room, namun di sisi lain saya kecewa, karena saya merasa dibohongi... Bukankan tadi AM tersebut bilang bahwa Salak Room telah dibooking? AM tersebut TIDAK JUJUR.

Saya mendapatkan informasi dari rekan-rekan saya di Bogor, bahwa ternyata hal yang saya alami telah berlangsung berulang kali. Mereka dengan mudahnya menggantikan ruangan tanpa pemberitahuan kepada pelanggan. Tidak heran, bahwa kantor kami telah lama tidak menggunakan Novotel Bogor sebagai tempat meeting....
Sebetulnya ketidakjujuran ini sudah terjadi sebelumnya, ketika kami menggeser acara kebersamaan yang rencananya akan dilaksanakan pada Rabu Malam, saya geser menjadi Kamis Malam. AM tersebut menyatakan bahwa Kamis Malam restoran sudah dibooking perusahaan lain. Namun ketika kami kontak resepsionis, informasinya berbeda, bahwa restoran tersebut (Meuranti Restaurant) masih kosong pada Kamis Malam.... AM tersebut TIDAK JUJUR.

Di lingkungan marketing dan bisnis pada umunya, KEJUJURAN adalah merupakan modal utama untuk mencapai keberhasilan. Dari berbagai penelitian tentang sifat-sifat/ karakter penunjang keberhasilan seseorang, dari berbagai negara, Jujur selalu prioritas pertama sebagai sifat/ karakter yang menunjang keberhasilan. Dari teori ESQ yang disampaikan Ary Ginanjar, Jujur merupakan nilai dasar yang pertama, selain nilai dasar lainnya yaitu Tanggung Jawab, Visioner, Disiplin, Kerjasama, Adil dan Peduli.

Di masa sekarang ini memang terjadi krisis kejujuran. Motto atau kata-kata pesan seperti ”Trust No One” merembak diberbagai kalangan. Pelanggan tidak percaya akan perusahaan, bahkan dalam perusahaan sendiri seringkali pegawai tidak perjaya dengan manajemen, dan yang lebih parah lagi, di dalam tubuh pemerintahan tumbuh saling tidak percaya antara perwakilan rakyat dengan pemerintah. Hal ini ini menunjukkan rendahnya nilai-nilai kejujuran dalam masyarakat.

Apa sih kejujuran itu?

Melalui buku The Speed of Trust, karya Stephen M.R. Covey, saya menggali arti kejujuran. Kejujuran dalam bahasa inggris adalah HONESTY yang artinya ’telling the truth and leaving the right impression’. Jadi kalau sekedar menyampaikan berita yang benar tapi dengan impresi yang salah, masih belum dikatakan sebagai jujur. Namun, lebih jauh, kejujuran yang dimaksud untuk meningkatkan kepercayaan (trust), honesty saja tidak cukup, namun dibutuhkan yang lebih dari sekedar honest, yaitu dibutuhkan INTEGRITY. Untuk integrity dibutuhkan CONGRUENCE, HUMILITY dan COURAGE.

Congruence dapat diartikan memiliki kesamaan dari luar maupun dari dalam (the same inside and out – not compliance). Jadi pribadi orang tersebut tidak ada yang disembunyikan, karakter melekat dengan sifatnya. Humility ditekankan sebagai humble person, atau orang yang bersahaja. Stephen M.R. Covey mengungkapkan:
“A Humble Person is more concerned about what is right than about being right, about acting on good ideas than having ideas, about embracing new truth than defending outdated position, about building the team than exalting self, about recognizing contribution than being recignized for making it.”
Courage artinya memiliki keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Courage sangat penting dalam menumbuhkan integrity, sebagaimana Winston Churchill pernah berkata: “Courage is the first of the human qualities becouse it is a quality which guarantees all the others.”


Jadi untuk menumbuhkan bisnis yang jujur membutuhkan integritas. Integritas ini membutuhkan sifat-sifat HONESTY, CONGRUENCE, HUMILITY dan COURAGE. Bisnis yang berkelanjutan (sustainable business) membutuhkan tingkat integritas yang tinggi yang akan menumbuhkan kepercayaan yang berkelanjutan. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh Albert Einstein: “Whoever is careless with the truth is small matters cannot be trusted with important matters.”

Dan jangan lupa, Muhammad SAW adalah seorang pebisnis yang berhasil sebelum diutus menjadi Nabi, dikarenakan karena kejujuran dan integritasnya. Beliau mendapat gelar Al-Amin karena kejujuran dan integritasnya. Limpahkanlah shalawat dan salam kepada Rasulullah…

Tuesday, March 20, 2007

Creator, Leader & Follower

Disela-sela meeting di Hotel Sultan (ex Hilton Hotel), sambil makan siang, saya terlibat diskusi kepemimpinan yang cukup menarik. Ada pertanyaan yang menarik: ”Dadan, setelah sekian lama bekerja, berapa lama anda menjadi staf dan berapa lama menjadi leader?”. Pertanyaan ini mengarahkan saya kepada tulisan dari Fauzi Rachmanto dalam blognya http://fauzirachmanto.blogspot.com/. Dari pertanyaan itu, saya jelaskan bahwa pada dasarnya manusia ini memiliki 3 peran yang tidak pernah bisa dipisahkan dalam dunia pekerjaaan sehari-hari. 3 peran tersebut adalah: peran sebagai pencipta, peran sebagai leader dan peran sebagai follower.

Peran sebagai pencipta (Creator)

Dalam dunia pekerjaan dimanapun anda berada dan apapun pekerjaanya, kreativitas sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kreatifitas menghasilkan ide-ide yang brilliant yang dapat membuat proses kerja menjadi lebih cepat, atau menciptakan produk yang lain yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan and so on..
Dalam blog Fauzi Rachmanto dijelaskan Mencipta Seperti Dewa (Create Like a God) sebagaimana dijelaskan Guy Kawasaki dalam bukunya Rules for Revolutionaries.

Untuk dapat mencipta seperti dewa , pertama Anda harus dapat berpikir berbeda dari orang kebanyakan. Dalam istilah Guy, kita harus dapat membuang "berhala-berhala" lama kita. Ambil contoh Kereta Api yang selama ini kita kenal adalah KA dengan 1 lokomotif dan gerbong2 yang mengikut dibelakangnya. Kalau mau lebih cepat, maka mesin lokomotifnya yang diperbesar dan diperbesar lagi. Namun KA supercepat ternyata dimungkinkan setelah "berhala" mesin di lokomotif tadi dibuang, dan dibuat inovasi dengan meletakkan mesin pada setiap gerbong. Berpikir beda juga dapat dilakukan dengan cara memisahkan bentuk dan fungsi. Ini yang terjadi melalui fenomena toko online. Sebuah toko fungsi nya adalah menjual. Maka apakah dia hadir atau tidak secara fisik adalah sekedar bentuk. Toko-toko online menolak tunduk pada bentuk, mereka kedepankan fungsi nya, yaitu berinteraksi dan melayani penjualan kepada pelanggan.”

Peran sebagai pencipta ini kadang tidak disadari bahwa manusia dianugrahkan peran tersebut oleh sang pencipta (Tuhan YME). Namun mengetahui peran kita sebagai pencipta akan membukakan pikiran kita untuk lebih kreatif dan inovatif.

Peran sebagai pemimpin (Leader)

Dalam hal-hal tertentu, kita memiliki peran sebagai pemimpin. Minimal unit yang paling kecil yang kita pimpin adalah tubuh kita sendiri, atau untuk yang berkeluarga maka kita memimpin keluarga kita. Memimpin memiliki konotasi identik dengan memerintah (command). Minimal kita memimpin/ memerintah tubuh kita untuk melakukan suatu aktifitasi positif atau negatif. Memerintah tubuh kita untuk bekerja keras dan cerdas atau bermalas-malasan. Pemimpin akan menstimulus unit yang dipimpinnya dengan motivasi, energi dan semangat.

Guy Kawasaki mengibaratkan dengan kiasan Memerintah Seperti Raja (Command Like a King). Pemimpin seperti raja dapat mempengaruhi tidak hanya kepada unit yang dipimpinnya, bahkan berpengaruh kepada lingkungan sekitar, dalam hal ini stakeholder, termasuk pelanggan.
Langkah paling penting dalam "Memerintah Seperti Raja" ini adalah menciptakan para evangelis bukan sekedar penjualan. Para evangelis bukan sekedar menggunakan produk Anda, namun juga fanatik dan akan terus menerus menceritakan kehebatan produk Anda kepada siapapun.”

Peran sebagai pemimpin dianugrahkan oleh Tuhan YME sebagaimana Allah mengutus manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Pemimpin yang baik akan memberikan dampak positif tidak hanya pada dirinya, unitnya bahkan kepada lingkungan sekitarnya.

Peran sebagai bawahan (Follower)

Sebagai mahluk sosial, manusia juga diberikan peran sebagai bawahan/ follower yang baik. Saya masih ingat paparan Leadership Vision dari mantan Dirut TELKOM Arwin Rasyid, bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik, maka anda juga harus menjadi good follower first. Tanpa menjadi good follower anda tidak akan bisa menjadi great leader. Good follower adalah yang melakukan execution pekerjaan untuk mencapai visi bersama. Menurut Guy Kawasaki, kita harus memiliki peran sebagai pekerja: Bekerja Seperti Budak (Work Like a Slave). Tanpa peranan pekerja tidak akan ada hasilnya.

Tuesday, March 6, 2007

Customer Relationship Strategy on Enterprise Market

Artikel ini pernah saya posting di KAMPIUN, knowledge sharing di TELKOM. Semoga berguna.

--------

Pada tahun 1897, seorang ekonom asal Italia bernama Vilfredo Pareto (1848-1923) menyatakan bahwa terdapat pola distribusi yang sama pada kesejahteraan atau penghasilan, tanpa memperhatikan negara maupun periode waktu. Ia mendapatkan bahwa pola distribusi selalu meruncing ke arah top end: Minoritas yang kecil dari top earners selalu menghasilkan mayoritas yang besar dari total kesejahteraan. Hal ini disebut juga dengan “Pareto principle” yang oleh Joseph Moses Juran, salah satu guru Quality Control, digunakan untuk meningkatkan kualitas produk Jepang bersaing terutama menghadapi produk dari Amerika/ Eropa.

Dewasa ini, pareto principle masih tetap berlaku. Di Amerika dan Eropa disebut “80/20 rule” atau “80/20 principle” yang artinya 80% hasil dikontribusi oleh 20% input. Di dunia marketing dapat diterjemahkan bahwa 80% penghasilan dikontribusikan oleh 20% account. Hal ini juga berlaku di Enterprise Market.

Begitu juga di TELKOM Enterprise dimana saya bekerja, dimana 80% revenue TELKOM Enterprise dihasilkan oleh 14,3% customer saja, atau sejumlah 919 corporate customer.

Melalui diagram pareto, diyakinkan bahwa effort mengelola top customers akan berimpact lebih besar kepada pertumbuhan bisnis di TELKOM Enterprise. Hanya saja, penanganan corporate customer khususnya yang termasuk dalam top customer memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dan memerlukan strategi pengelolaan customer (Account Management Strategy) yang tepat.

Consumer vs Enterprise Market

Enterprise Market memiliki nature bisnis yang berbeda dengan consumer market. Di dunia marketing, penanganan Enterprise Market memiliki karakteristik yang sama penanganan B2B (Business-to-business), sedangkan untuk consumer market, memiliki kesamaan dengan penanganan B2C (Business-to-Customer).

Dalam interaksi dengan customer, di Consumer Market, pengambilan keputusan untuk pembelian didasarkan atas keputusan individual, sedangkan di Enterprise Market, keputusan pembelian diambil berdasarkan pemikiran berbagai level/ jenjang dalam organisasi, sehingga timbul peran seperti influencer disamping decision maker. Di Dunia Enterprise, diperlukan peranan Account Manager untuk mencarikan solusi yang tepat untuk customer, untuk dapat meyakinkan influencer dan decision maker, bahwa perlunya solusi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis usahanya. Untuk itu diperlukan knowledge based/ consultative selling, yaitu dengan memberikan edukasi kepada pelanggan untuk pemecahan solusi yang diperlukan. Account Management strategy yang tepat di Enterprise Market adalah Longer Term Relationship strategy, yiatu dengan cara membantu customer dalam mengelola dan mengembangkan bisnisnya.


Longer-Term Relationship


Pada umumnya, customer di Enterprise Market ingin ditangani secara berbeda (special) sehingga customer tersebut ingin adanya person yang dedicated untuk menanganinya. Peranan Account Manager menjembatani kebutuhan customer tersebut yang ingin ditangani secara special dengan kebutuhan TELKOM mulai dari mengedukasi customer (knowledge-based selling), sampai consultative selling, yaitu menjadikan Account Manager (AM) menjadi Bussiness Partner (mitra). Hal ini hanya dapat dilakukan melalui Longer-term Relationship yang bertujuan dalam meningkatkan Customer Loyalty.

AM sebagai Business Partner, maka Customer akan melihat AM sebagai seorang insider, atau mitra kerjanya. Advice dari AM akan menjadi pertimbangan bagi kemajuan perusahaannya. AM yang telah berhasil menjadi business partner, biasanya dilibatkan secara tidak langsung dalam pengambilan keputusan strategis, misalnya dalam membuat master plan/ blueprint IT perusahaan atau membuat RKS/ Term of Reference.

Manfaat Account Management Strategy dengan longer term relationship, diantaranya yaitu: melakukan differensiasi dengan mengemas solusi yang unik atas kebutuhan masing-masing customer, melakukan efficiency business, meningkatkan customer satisfaction dan pada ujungnya adalah menciptakan loyalitas customer yang tinggi.


Building Longer-Term Relationship

Don Pepper dan Martha Rogers, dalam bukunya “One-to-one B2B”, menjelaskan ada 4 langkah untuk untuk membangun customer relationship yang lebih baik. Langkah-langkah tersebut disebut dengan IDIC model: Identify the customer, Differentiate the customer, Interact with the customer, dan Customize the customer.

Identify the Customers

Langkah pertama dalam melakukan hubungan dengan customer yaitu dengan melakukan identifikasi segala yang berhubungan dengan customer, termasuk: customer business, customer market & opportunity, informasi yang berhubungan dengan customer dan orang-orang yang berpengaruh pada perusahaan tersebut. Identifikasi customer ini dituliskan dan dijabarkan ke dalam Account Plan, termasuk posisi TELKOM di customer (wallet share) serta scenario pemenangan kompetisi. Tools yang sangat aplikatif adalah tools analysis melalui SWOT analysis dan Scenario Planning. Dalam Scenario Planning, seorang AM perlu menset-up visi kemenangan yang diturunkan dengan alternatif scenario yang bisa dilakukan.

Differentiate the Customers

Seorang AM biasanya memegang Account lebih dari satu. Dalam memenangkan kompetisi di Enterprise Market perlu adanya prioritas penanganan Account untuk lebih focus. Lakukan prioritas penanganan Account mulai dari the most valuable (revenue kontribusi, misalnya) dan customer needs (kebutuhan akan ICT pada level yang tinggi atau tidak), sehingga diperoleh key customer yang perlu diprioritaskan. Dengan melakukan prioritas penanganan AM, diharapkan AM menjadi lebih focus dan loyalitas customer akan bertambah, terutama bagi key customer.

Interact with the Customers

Dalam melakukan interkasi dengan customer, sebelumnya seorang AM perlu memiliki rencana Visiting yang tertuang dalam Account Plan. Rencana visiting ini dibuat dengan schedule rutin, misalnya dua hari sekali untuk key customer. Rencana visiting ini perlu dikomunikasikan, selain kepada pelanggan, tapi juga dengan senior leader. Hal ini diperlukan terutama bagi Account yang memerlukan Top Management Visit dari TELKOM.

Untuk meningkatkan level intimacy dengan Customer, seorang AM perlu mengetahui latar dari Key Person yang dikunjungi, seperti Hobby, interest dan keluarga. Selain itu perlu juga diketahui visi da impian kerja dari key person, sehingga seorang AM seoptimal mungkin membantu kery person dalam berkarir di perusahaannya, yaitu dengan meningkatkan efficiency dan produktifitas perusahaan sebagai contohnya.

Interaksi lain yang dapat dilakukan adalah berupa Customer Gathering dan Joint Planning Session. Hal ini sangat effective untuk menggali requirement perusahaan dan business needsnya.

Customize the Customers

Di Dunia Enterprise, customer satu dengan yang lain biasanya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga pola solusi yang ditawarkan sangat customize. Seorang AM perlu memiliki knowledge yang cukup mengenai product bundling/ solution. Dalam hal ini, AM menempatkan diri menjadi business partner dari perusahaan, sehingga key person dapat melakukan konsultasi mengenai solusi yang tepat bagi kebutuhan bisnis perusahaan. Jika dimungkinkan, seorang AM dapat berkontribusi dalam menyusun Master Plan IT perusahaan. Namun hal ini hanya dapat dilakukan jika tingkat customer intimacynya sudah kuat.

Korelasi dengan IFA Model

Direktur Enterprise & Wholesale TELKOM, Arief Yahya, telah menetapkan IFA Model sebagai Working Spirit karyawan yang berada dalam naungan Direktorat Enterprise & Wholesale.

IFA Model:
Imagine --> Desirability & Start from the End
Focus --> Priority & Resource Allocation
Action --> Execution & Control

I.D.I.C Model yang dikenalkan oleh Don Pepper & Martha Rogers inline dengan IFA Model. Dalam melakukan indentifikasi customer (Identify the Customers), perlu working spirit Imagine, sehingga AM perlu menset-up visi kemenangan yang diturunkan dengan alternatif scenario yang bisa dilakukan. Differentiate the Customer ditujukan untuk melakukan prioritas penanganan Account, sehingga sangat terwarnai oleh working spirit Focus. Sedangkan Interact with the Customers dan Customize the Customers adalah merupakan penjabaran dari working spirit Action.

Friday, February 16, 2007

Lead by Heart, Manage by Head

Bandung, my beloved city… Perjalanan dari jakarta ke bandung sekarang Cuma 2 jam + cost Rp 60 ribu via Point-to-point travel, Cipaganti Travel. Nyampe di Bandung Trade Center, sambil nunggu saya masuk ke Bake & Chocolate… That’s a cozy place to take a breakfast… dengan roti + hot chocolate + internet (thanks to melsa i-net)….

Ingat kemarin, arahan dari Bos gw… Mr. Arief Yahya, Direktur Enterprise & Wholesale: mana yang lebih dulu…
Manage by Head atau Lead by Heart…??

Jawabannya ternyata ada di dalam Shalat kita… (how come?)

Pada Shalat, hal yang dilakukan pertama adalah berdiri setelah Takbir… Pada saat berdiri, maka posisi kepala kita berada di atas, hati kita di bawahnya. Artinya pada saat permulaan, kita diperintahkan untuk lebih menggunakan kepala/ mind/ ratio dibandingkan penggunakan hati/ emosi/ perasaan. Manage by Head lebih dulu dari Lead by Heart.

Berikutnya adalah melakukan ruku, dimana posisi kepala kita sejajar dengan hati kita. Di sini bisa diartikan, pada saat kita menjelang dewasa (remaja), mulai kita berkenalan dengan perasaan/ hati, mulai kita mengenal rasa cinta dan kasih… Di saat seperti itu, keberadaan kepala/ mind/ ratio sama dengan penggunaan hati/ emosi/ perasaan. Kadar Manage by Head sama dengan Lead by Heart

Terkhir adalah Sujud, dimana posisi kepala lebih rendah dari hati kita. Artinya, lebih dewasa seseorang maka kita diperintahkan untuk lebih banyak menggunakan hati/ perasaan dibandingkan dengan penggunakan kepala/ mind/ ratio. Penggunaan otak kanan lebih banyak dari otak kiri. Di sini seseorang akan mendapatkan kedewasaannya... mendapatkan wisdom of life...Lead by Heart lebih dulu dibandingkan Manage by Head.

Satu tambahan lagi... pada saat bersujud... gunakan untuk berdoa kepada Allah... karena disitu lah mata hati lebih bisa melihat dan merasakan kebesaran Tuhannya...

Imagine

Imagine merupakan proses dalam menciptakan mental image (impian/ cita-cita/ visi) dan idea. Imagine akan memacu diri memiliki desirability/ motivasi untuk mencapai mental image yang diyakini. Selain itu untuk dapat merealisasikannya diperlukan kekuatan berfikir dan bertindak memulai dari akhir (Start from the End). Toni Buzan[1], pencipta Mind Mapping®, menyampaikan hal yang sama, dimana salah satu ciri dari Sales Genius adalah memiliki sebuah visi penjualan puncak. Ia percaya bahwa merencanakan impian dan cita-cita, menuliskannya dengan terperinci bagaimana akan mencapainya dan membayangkannya adalah hal-hal penting bagi sebuah keberhasilan. Tanpa visi penjualan puncak, otak tidak akan memiliki sesuatu yang akan dibidik, padahal otak merupakan sebuah mekanisme pengendali keberhasilan dan akan terus berusaha meraih pencapaian apa pun yang telah ditetapkan.

Kekuatan imajinasi dimiliki oleh orang-orang yang berhasil... Impian/ cita-cita/ visi menentukan arah, pikiran dan kehendak manusia. Impian/ cita-cita/ visi pribadi sebaiknya dinyatakan secara tertulis dan secara periodik dilihat untuk direview... Hehe.. kapan ya saya sempat mensetup Impian/ cita-cita/ visi pribadi?

[1] Toni Buzan dan Richard Israel menulis buku “Sales Genius: A Master Class in Successful Selling”.