Sunday, February 24, 2008

The Power of Visualisation

Ada cerita tentang seorang pilot amerika yang tertembak jatuh dan dipenjara di Korea Utara pada saat perang Korea di tahun 1950-an. Pilot ini memiliki kegemaran untuk bermain golf, sehingga selama berada di penjara, pilot ini selalu ber-visualisasi bahwa dirinya bermain golf di sebuah turnamen dan menang… Dia habiskan waktu untuk “bermain” di 18 holes, berulang kali, ya… sekalian menghabiskan waktu di penjara yang membosankan.

Pilot ini akhirnya dibebaskan dan pulang ke Amerika. Satu hal yang langsung dia lakukan adalah memasuki sebuah turnamen golf. Coba tebak? Dengan sangat mudah, dia memenangi turnamen tersebut, yang membuat semua orang yang hadir kagum kepada dia. Orang menyangka bahwa dia dapat menang karena keberuntungan. Namun dia menjawab, tidak. Dia tau dia akan menang karena dia sudah bermain dan berlatih secara mental, mempraktekan pukulan-pukulan kemenangan (winning shots), selama bertahun-tahun, walaupun di belakang jeruji sebuah penjara…

Lesson Learned

Inilah sebuah contoh kekuatan visualisasi. Di tulisan terdahulu, ketika mengupas Imagine, ataupun Vision, maka imagination/ vision tersebut akan lebih mudah tercapai jika kita melalukan visualisasi. Sebetulnya kekuatan visualisasi ini akan mendorong mental dan tindakan kita untuk bertindak lebih kuat untuk mencapai visi kita.

Saya juga membiarkan anak-anak saya, Key & Jesse, untuk berimajinasi, dan memvisualisasikan keinginan-keinginannya. Saya masukan Key kesebuah tempat les untuk menggambar di Global Art, dan saya biarkan dia (yang memiliki cita-cita sebagai Arsitek) untuk setiap hari bermain lego, dengam membuat bangunan tingkat 5 atau 6… Ayo, Key… pancarkan kreatifitas melalui visualisasi!!!




Key & Jesse memvisualisasikan menjadi Polisi di Bandara

Monday, February 18, 2008

Village Connection

Nokia Siemens Networks saat ini sedang mengembangkan solusi Village Connection sebagai solusi komunikasi untuk daerah pedesaan. Saat ini, Nokia Siemen Networks Village Connection sedang diuji coba di India untuk menguji teknologi dan sistem bisnis yang dapat diimplementasikan.


Solusi Village Connection didesign untuk menyelenggarakan komunikasi ke pedesaan melalui teknologi yang murah (cost-efficient) sebagai tambahan dari jaringan GSM existing. Untuk itu, network dibangun tanpa mendirikan tower BTS, namun cukup dengan “mini” network, yaitu melalui perangkat PC sebagai server, batre UPS dan GSM access point. Skema bisnis dilakukan melalui metode franchising, dimana operator akan kerjasama dengan local/ village entrepreneur sebagai franchisee. Network mini disetup di pedesaan, sehingga untuk komunikasi internal di desa, tidak akan mempengaruhi trafik jaringan GSM existing. Dengan demikian, maka untuk panggilan internal dalam desa, dapat dilakukan skema flat pricing, yang merupakan pendapatan bagi local/ villager enterpreneur. Sedangkan untuk panggilan keluar pedesaan, maka akan diberlakukan pricing berdasarkan durasi. Local/ villager enterpreneur diharapkan dapat melakukan investasi untuk GSM Access Point dan sebuah PC untuk digunakan sebagai mini server.

Manfaat Village Connection

Beberapa manfaat dari Village Connection:

Bagi Operator :
· Mendapatkan market tele-komunikasi dari pedesaan
· Mendapatkan kasus bisnis yang profitable dari daerah pedesaan.
· Memperbesar customer base, dapat meningkatkan traffic tambahan.

Bagi Entrepreneur:
· Peluang untuk menjadi Bisnis Owner.
· Kontribusi kepada komunitas di pedesaan.

Bagi Masyarakat Desa:
· Connectivity ke luar pedesaan, bahkan ke dunia.
· Memiliki telepon sendiri di rumah.
· Meningkatkan kesejahteraan.

Lesson Learned


Village Connectivity merupakan solusi yang baik untuk program meningkatkan penetrasi Telekomunikasi di Indonesia, mengingat masih banyak desa yang belum tersentuh oleh telekomunikasi. Program Telepon/ Internet Masuk Desa dapat seiring dengan skema bisnis yang digunakan oleh Village Connection. Memang Village Connection mengambil GSM sebagai teknologinya, namun tidak menutup kemungkinan model bisnis ini dikembangkan dibawah platform lain, misalnya CDMA. Yang penting, bagaimana model bisnisnya bisa merangsang para pengusaha lokal di pedesaan (village entrepreneur) untuk bersama membangun bisnis ini. Model bisnis ini sebetulnya sudah berjalan di Bangladesh melalui program dari Grameen Phone.

Pareto Principle

Pada tahun 1897, seorang ekonom asal Italia bernama Vilfredo Pareto (1848-1923) menyatakan bahwa terdapat pola distribusi yang sama pada kesejahteraan atau penghasilan, tanpa memperhatikan negara maupun periode waktu. Ia mendapatkan bahwa pola distribusi selalu meruncing ke arah top end: Minoritas yang kecil dari top earners selalu menghasilkan mayoritas yang besar dari total kesejahteraan. Hal ini disebut juga dengan “Pareto principle” yang oleh Joseph Moses Juran, salah satu guru Quality Control, digunakan untuk meningkatkan kualitas produk Jepang bersaing terutama menghadapi produk dari Amerika/ Eropa.

Dewasa ini, pareto principle masih tetap berlaku. Di Amerika dan Eropa disebut “80/20 rule” atau “80/20 principle” (dibaca: eighty by twenty) yang artinya 80% hasil dikontribusi oleh 20% input. Di dunia marketing dapat diterjemahkan bahwa 80% penghasilan dikontribusikan oleh 20% account. Hal ini juga berlaku di Enterprise Market.

Begitu juga di TELKOM Enterprise, dimana saya bekerja, dimana 80% revenue TELKOM Enterprise dihasilkan oleh 14,3% customer saja, atau sejumlah 919 corporate customer.




Melihat diagram pareto tersebut, diyakinkan bahwa effort mengelola top customers akan berimpact lebih besar kepada pertumbuhan bisnis di TELKOM Enterprise. Hanya saja, penanganan corporate customer khususnya yang termasuk dalam top customer memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dan memerlukan strategi pengelolaan customer (Account Management Strategy) yang tepat.

Me