Tuesday, March 20, 2007

Creator, Leader & Follower

Disela-sela meeting di Hotel Sultan (ex Hilton Hotel), sambil makan siang, saya terlibat diskusi kepemimpinan yang cukup menarik. Ada pertanyaan yang menarik: ”Dadan, setelah sekian lama bekerja, berapa lama anda menjadi staf dan berapa lama menjadi leader?”. Pertanyaan ini mengarahkan saya kepada tulisan dari Fauzi Rachmanto dalam blognya http://fauzirachmanto.blogspot.com/. Dari pertanyaan itu, saya jelaskan bahwa pada dasarnya manusia ini memiliki 3 peran yang tidak pernah bisa dipisahkan dalam dunia pekerjaaan sehari-hari. 3 peran tersebut adalah: peran sebagai pencipta, peran sebagai leader dan peran sebagai follower.

Peran sebagai pencipta (Creator)

Dalam dunia pekerjaan dimanapun anda berada dan apapun pekerjaanya, kreativitas sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kreatifitas menghasilkan ide-ide yang brilliant yang dapat membuat proses kerja menjadi lebih cepat, atau menciptakan produk yang lain yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan and so on..
Dalam blog Fauzi Rachmanto dijelaskan Mencipta Seperti Dewa (Create Like a God) sebagaimana dijelaskan Guy Kawasaki dalam bukunya Rules for Revolutionaries.

Untuk dapat mencipta seperti dewa , pertama Anda harus dapat berpikir berbeda dari orang kebanyakan. Dalam istilah Guy, kita harus dapat membuang "berhala-berhala" lama kita. Ambil contoh Kereta Api yang selama ini kita kenal adalah KA dengan 1 lokomotif dan gerbong2 yang mengikut dibelakangnya. Kalau mau lebih cepat, maka mesin lokomotifnya yang diperbesar dan diperbesar lagi. Namun KA supercepat ternyata dimungkinkan setelah "berhala" mesin di lokomotif tadi dibuang, dan dibuat inovasi dengan meletakkan mesin pada setiap gerbong. Berpikir beda juga dapat dilakukan dengan cara memisahkan bentuk dan fungsi. Ini yang terjadi melalui fenomena toko online. Sebuah toko fungsi nya adalah menjual. Maka apakah dia hadir atau tidak secara fisik adalah sekedar bentuk. Toko-toko online menolak tunduk pada bentuk, mereka kedepankan fungsi nya, yaitu berinteraksi dan melayani penjualan kepada pelanggan.”

Peran sebagai pencipta ini kadang tidak disadari bahwa manusia dianugrahkan peran tersebut oleh sang pencipta (Tuhan YME). Namun mengetahui peran kita sebagai pencipta akan membukakan pikiran kita untuk lebih kreatif dan inovatif.

Peran sebagai pemimpin (Leader)

Dalam hal-hal tertentu, kita memiliki peran sebagai pemimpin. Minimal unit yang paling kecil yang kita pimpin adalah tubuh kita sendiri, atau untuk yang berkeluarga maka kita memimpin keluarga kita. Memimpin memiliki konotasi identik dengan memerintah (command). Minimal kita memimpin/ memerintah tubuh kita untuk melakukan suatu aktifitasi positif atau negatif. Memerintah tubuh kita untuk bekerja keras dan cerdas atau bermalas-malasan. Pemimpin akan menstimulus unit yang dipimpinnya dengan motivasi, energi dan semangat.

Guy Kawasaki mengibaratkan dengan kiasan Memerintah Seperti Raja (Command Like a King). Pemimpin seperti raja dapat mempengaruhi tidak hanya kepada unit yang dipimpinnya, bahkan berpengaruh kepada lingkungan sekitar, dalam hal ini stakeholder, termasuk pelanggan.
Langkah paling penting dalam "Memerintah Seperti Raja" ini adalah menciptakan para evangelis bukan sekedar penjualan. Para evangelis bukan sekedar menggunakan produk Anda, namun juga fanatik dan akan terus menerus menceritakan kehebatan produk Anda kepada siapapun.”

Peran sebagai pemimpin dianugrahkan oleh Tuhan YME sebagaimana Allah mengutus manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Pemimpin yang baik akan memberikan dampak positif tidak hanya pada dirinya, unitnya bahkan kepada lingkungan sekitarnya.

Peran sebagai bawahan (Follower)

Sebagai mahluk sosial, manusia juga diberikan peran sebagai bawahan/ follower yang baik. Saya masih ingat paparan Leadership Vision dari mantan Dirut TELKOM Arwin Rasyid, bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik, maka anda juga harus menjadi good follower first. Tanpa menjadi good follower anda tidak akan bisa menjadi great leader. Good follower adalah yang melakukan execution pekerjaan untuk mencapai visi bersama. Menurut Guy Kawasaki, kita harus memiliki peran sebagai pekerja: Bekerja Seperti Budak (Work Like a Slave). Tanpa peranan pekerja tidak akan ada hasilnya.

Tuesday, March 6, 2007

Customer Relationship Strategy on Enterprise Market

Artikel ini pernah saya posting di KAMPIUN, knowledge sharing di TELKOM. Semoga berguna.

--------

Pada tahun 1897, seorang ekonom asal Italia bernama Vilfredo Pareto (1848-1923) menyatakan bahwa terdapat pola distribusi yang sama pada kesejahteraan atau penghasilan, tanpa memperhatikan negara maupun periode waktu. Ia mendapatkan bahwa pola distribusi selalu meruncing ke arah top end: Minoritas yang kecil dari top earners selalu menghasilkan mayoritas yang besar dari total kesejahteraan. Hal ini disebut juga dengan “Pareto principle” yang oleh Joseph Moses Juran, salah satu guru Quality Control, digunakan untuk meningkatkan kualitas produk Jepang bersaing terutama menghadapi produk dari Amerika/ Eropa.

Dewasa ini, pareto principle masih tetap berlaku. Di Amerika dan Eropa disebut “80/20 rule” atau “80/20 principle” yang artinya 80% hasil dikontribusi oleh 20% input. Di dunia marketing dapat diterjemahkan bahwa 80% penghasilan dikontribusikan oleh 20% account. Hal ini juga berlaku di Enterprise Market.

Begitu juga di TELKOM Enterprise dimana saya bekerja, dimana 80% revenue TELKOM Enterprise dihasilkan oleh 14,3% customer saja, atau sejumlah 919 corporate customer.

Melalui diagram pareto, diyakinkan bahwa effort mengelola top customers akan berimpact lebih besar kepada pertumbuhan bisnis di TELKOM Enterprise. Hanya saja, penanganan corporate customer khususnya yang termasuk dalam top customer memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dan memerlukan strategi pengelolaan customer (Account Management Strategy) yang tepat.

Consumer vs Enterprise Market

Enterprise Market memiliki nature bisnis yang berbeda dengan consumer market. Di dunia marketing, penanganan Enterprise Market memiliki karakteristik yang sama penanganan B2B (Business-to-business), sedangkan untuk consumer market, memiliki kesamaan dengan penanganan B2C (Business-to-Customer).

Dalam interaksi dengan customer, di Consumer Market, pengambilan keputusan untuk pembelian didasarkan atas keputusan individual, sedangkan di Enterprise Market, keputusan pembelian diambil berdasarkan pemikiran berbagai level/ jenjang dalam organisasi, sehingga timbul peran seperti influencer disamping decision maker. Di Dunia Enterprise, diperlukan peranan Account Manager untuk mencarikan solusi yang tepat untuk customer, untuk dapat meyakinkan influencer dan decision maker, bahwa perlunya solusi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis usahanya. Untuk itu diperlukan knowledge based/ consultative selling, yaitu dengan memberikan edukasi kepada pelanggan untuk pemecahan solusi yang diperlukan. Account Management strategy yang tepat di Enterprise Market adalah Longer Term Relationship strategy, yiatu dengan cara membantu customer dalam mengelola dan mengembangkan bisnisnya.


Longer-Term Relationship


Pada umumnya, customer di Enterprise Market ingin ditangani secara berbeda (special) sehingga customer tersebut ingin adanya person yang dedicated untuk menanganinya. Peranan Account Manager menjembatani kebutuhan customer tersebut yang ingin ditangani secara special dengan kebutuhan TELKOM mulai dari mengedukasi customer (knowledge-based selling), sampai consultative selling, yaitu menjadikan Account Manager (AM) menjadi Bussiness Partner (mitra). Hal ini hanya dapat dilakukan melalui Longer-term Relationship yang bertujuan dalam meningkatkan Customer Loyalty.

AM sebagai Business Partner, maka Customer akan melihat AM sebagai seorang insider, atau mitra kerjanya. Advice dari AM akan menjadi pertimbangan bagi kemajuan perusahaannya. AM yang telah berhasil menjadi business partner, biasanya dilibatkan secara tidak langsung dalam pengambilan keputusan strategis, misalnya dalam membuat master plan/ blueprint IT perusahaan atau membuat RKS/ Term of Reference.

Manfaat Account Management Strategy dengan longer term relationship, diantaranya yaitu: melakukan differensiasi dengan mengemas solusi yang unik atas kebutuhan masing-masing customer, melakukan efficiency business, meningkatkan customer satisfaction dan pada ujungnya adalah menciptakan loyalitas customer yang tinggi.


Building Longer-Term Relationship

Don Pepper dan Martha Rogers, dalam bukunya “One-to-one B2B”, menjelaskan ada 4 langkah untuk untuk membangun customer relationship yang lebih baik. Langkah-langkah tersebut disebut dengan IDIC model: Identify the customer, Differentiate the customer, Interact with the customer, dan Customize the customer.

Identify the Customers

Langkah pertama dalam melakukan hubungan dengan customer yaitu dengan melakukan identifikasi segala yang berhubungan dengan customer, termasuk: customer business, customer market & opportunity, informasi yang berhubungan dengan customer dan orang-orang yang berpengaruh pada perusahaan tersebut. Identifikasi customer ini dituliskan dan dijabarkan ke dalam Account Plan, termasuk posisi TELKOM di customer (wallet share) serta scenario pemenangan kompetisi. Tools yang sangat aplikatif adalah tools analysis melalui SWOT analysis dan Scenario Planning. Dalam Scenario Planning, seorang AM perlu menset-up visi kemenangan yang diturunkan dengan alternatif scenario yang bisa dilakukan.

Differentiate the Customers

Seorang AM biasanya memegang Account lebih dari satu. Dalam memenangkan kompetisi di Enterprise Market perlu adanya prioritas penanganan Account untuk lebih focus. Lakukan prioritas penanganan Account mulai dari the most valuable (revenue kontribusi, misalnya) dan customer needs (kebutuhan akan ICT pada level yang tinggi atau tidak), sehingga diperoleh key customer yang perlu diprioritaskan. Dengan melakukan prioritas penanganan AM, diharapkan AM menjadi lebih focus dan loyalitas customer akan bertambah, terutama bagi key customer.

Interact with the Customers

Dalam melakukan interkasi dengan customer, sebelumnya seorang AM perlu memiliki rencana Visiting yang tertuang dalam Account Plan. Rencana visiting ini dibuat dengan schedule rutin, misalnya dua hari sekali untuk key customer. Rencana visiting ini perlu dikomunikasikan, selain kepada pelanggan, tapi juga dengan senior leader. Hal ini diperlukan terutama bagi Account yang memerlukan Top Management Visit dari TELKOM.

Untuk meningkatkan level intimacy dengan Customer, seorang AM perlu mengetahui latar dari Key Person yang dikunjungi, seperti Hobby, interest dan keluarga. Selain itu perlu juga diketahui visi da impian kerja dari key person, sehingga seorang AM seoptimal mungkin membantu kery person dalam berkarir di perusahaannya, yaitu dengan meningkatkan efficiency dan produktifitas perusahaan sebagai contohnya.

Interaksi lain yang dapat dilakukan adalah berupa Customer Gathering dan Joint Planning Session. Hal ini sangat effective untuk menggali requirement perusahaan dan business needsnya.

Customize the Customers

Di Dunia Enterprise, customer satu dengan yang lain biasanya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga pola solusi yang ditawarkan sangat customize. Seorang AM perlu memiliki knowledge yang cukup mengenai product bundling/ solution. Dalam hal ini, AM menempatkan diri menjadi business partner dari perusahaan, sehingga key person dapat melakukan konsultasi mengenai solusi yang tepat bagi kebutuhan bisnis perusahaan. Jika dimungkinkan, seorang AM dapat berkontribusi dalam menyusun Master Plan IT perusahaan. Namun hal ini hanya dapat dilakukan jika tingkat customer intimacynya sudah kuat.

Korelasi dengan IFA Model

Direktur Enterprise & Wholesale TELKOM, Arief Yahya, telah menetapkan IFA Model sebagai Working Spirit karyawan yang berada dalam naungan Direktorat Enterprise & Wholesale.

IFA Model:
Imagine --> Desirability & Start from the End
Focus --> Priority & Resource Allocation
Action --> Execution & Control

I.D.I.C Model yang dikenalkan oleh Don Pepper & Martha Rogers inline dengan IFA Model. Dalam melakukan indentifikasi customer (Identify the Customers), perlu working spirit Imagine, sehingga AM perlu menset-up visi kemenangan yang diturunkan dengan alternatif scenario yang bisa dilakukan. Differentiate the Customer ditujukan untuk melakukan prioritas penanganan Account, sehingga sangat terwarnai oleh working spirit Focus. Sedangkan Interact with the Customers dan Customize the Customers adalah merupakan penjabaran dari working spirit Action.